Kerajinan kulit merupakan salah satu bentuk seni terapan yang membutuhkan ketelitian, keahlian tangan, dan pengetahuan mendalam tentang karakter bahan. Sejak zaman dahulu, proses pembuatan produk berbahan kulit seperti sepatu, tas, sabuk, jaket, dan dompet dilakukan secara manual dengan teknik penyamakan alami. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, proses tersebut mulai menggabungkan unsur teknologi modern untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan daya saing produk.
1. Pemilihan dan Persiapan Bahan Kulit
Tahapan awal yang sangat penting adalah pemilihan bahan kulit. Jenis kulit yang digunakan bisa berasal dari sapi, kambing, domba, kerbau, hingga reptil seperti ular dan buaya. Setiap jenis kulit memiliki karakteristik yang berbeda, misalnya kulit sapi yang kuat dan tebal cocok untuk sepatu dan sabuk, sedangkan kulit kambing yang lebih lentur ideal untuk dompet atau sarung tangan.
Sebelum digunakan, kulit mentah harus melalui proses
pembersihan dari sisa daging, bulu, dan kotoran menggunakan alat tradisional
seperti pisau kulit atau mesin fleshing dalam versi modern. Tahapan ini
menentukan kualitas akhir produk karena kebersihan dan ketebalan kulit sangat
memengaruhi daya tahannya.
2. Proses Penyamakan Kulit
Penyamakan adalah proses paling penting dalam
pembuatan produk kulit. Tujuannya adalah untuk mengubah kulit mentah yang mudah
rusak menjadi bahan yang awet, kuat, dan fleksibel.
Secara tradisional, penyamakan dilakukan dengan
menggunakan bahan alami seperti getah pohon, minyak, dan ekstrak tanaman yang
mengandung tanin (seperti kulit pohon bakau atau akasia). Proses ini bisa
memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, namun menghasilkan kulit
yang lembut, tahan lama, dan beraroma khas alami.
Sementara itu, pada metode modern, penyamakan
dilakukan menggunakan bahan kimia seperti kromium sulfat. Prosesnya jauh lebih
cepat, biasanya hanya membutuhkan beberapa hari. Namun, dampak lingkungan dari
limbah krom cukup besar, sehingga kini banyak industri beralih ke penyamakan
semi-vegetable atau eco-tanning yang lebih ramah lingkungan.
3. Pewarnaan dan Finishing
Setelah disamak, kulit perlu diwarnai dan diberi
lapisan pelindung (finishing). Pewarnaan tradisional dilakukan dengan
menggunakan pewarna alami seperti indigo, kulit kayu, atau tanah liat. Proses
ini memberikan warna yang lembut dan tidak mudah luntur, meski hasilnya tidak
secerah pewarna kimia.
Pada era modern, industri kulit menggunakan pewarna
sintetis yang dapat menghasilkan berbagai macam warna sesuai tren mode.
Finishing dilakukan dengan menambahkan lapisan pelindung seperti wax, minyak,
atau resin agar kulit lebih mengilap, tahan air, dan tidak mudah retak.
4. Pemotongan dan Pembentukan
Tahap berikutnya adalah pemotongan bahan sesuai pola
produk yang akan dibuat. Dalam cara tradisional, pengrajin biasanya membuat
pola dari kertas atau karton, kemudian menempelkan ke kulit dan memotongnya
menggunakan pisau tajam atau cutter khusus.
Sedangkan pada industri modern, pemotongan dilakukan
dengan mesin pres hidrolik atau laser cutting, sehingga hasil potongan lebih
presisi dan menghemat waktu produksi. Meski begitu, sebagian besar pengrajin
tetap mempertahankan teknik manual karena dianggap memiliki nilai seni dan
sentuhan khas buatan tangan.
5. Penjahitan dan Perakitan
Proses perakitan menjadi tahapan yang menentukan
bentuk akhir produk. Pada produk tradisional, penjahitan dilakukan menggunakan
jarum tangan dan benang kuat yang terbuat dari nilon, linen, atau serat alami.
Proses ini memakan waktu lama, namun menghasilkan jahitan yang kokoh dan
bernilai seni tinggi.
Dalam industri modern, digunakan mesin jahit kulit
dengan jarum khusus yang mampu menembus bahan tebal. Beberapa produsen juga
mengombinasikan jahitan tangan untuk bagian tertentu agar tetap mempertahankan
nuansa handmade.
6. Finishing Akhir dan Kualitas
Tahap terakhir adalah finishing akhir seperti
pemolesan, pemasangan logo, dan pengecekan kualitas. Pengrajin memastikan tidak
ada cacat pada kulit, jahitan rapi, dan warna merata. Produk kemudian dikemas
dengan rapi agar siap dipasarkan ke konsumen.
Produk kulit tradisional sering kali dipasarkan secara
lokal atau melalui pameran kerajinan, sementara industri modern mampu
menjangkau pasar ekspor. Keduanya memiliki nilai tersendiri: yang tradisional
menonjolkan keaslian dan kearifan lokal, sedangkan yang modern unggul dalam
skala produksi dan inovasi desain.
7. Dampak Ekonomi dan Inovasi Masa Kini
Industri kerajinan kulit memiliki kontribusi besar
terhadap ekonomi kreatif Indonesia. Banyak pengrajin di daerah seperti Garut,
Magetan, dan Yogyakarta yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini. Selain
itu, munculnya brand lokal yang menggabungkan sentuhan tradisional dan desain
modern turut mendorong popularitas produk kulit Indonesia di pasar global.
Inovasi juga terus berkembang, misalnya dengan
penggunaan bahan kulit alternatif seperti vegan leather (kulit dari serat
nanas, jamur, atau limbah kopi) yang lebih ramah lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahwa dunia kerajinan kulit terus beradaptasi tanpa meninggalkan
akar tradisi yang menjadi kekuatannya.
Sumber :
- https://id.pngtree.com/freebackground/working-with-vegetable-tanned-leather-sharp-craft-proficiency-photo_14104540.html
- https://fapet.ub.ac.id/peluang-usaha-penyamakan-kulit-di-era-revolusi-industri-4-0/
- https://garutkulit.id/proses-penyamakan-kulit-garut/
- https://jurnalilmiah.unikom.ac.id/jurnal/proses-produksi-kerajinan-kulit-indonesia
- https://www.indonesia.go.id/kategori/industri/10648/industri-kulit-lokal-masih-jadi-unggulan







0 Comments:
Posting Komentar