Perbedaan Kulit Asli dan Kulit Sintetis dalam Dunia Kerajinan

Dalam industri fashion dan kerajinan, bahan kulit selalu memiliki tempat istimewa. Sepatu, tas, sabuk, jaket, hingga dompet dari kulit dikenal karena keawetan dan keindahannya. Namun, di pasaran kini banyak beredar dua jenis bahan utama: kulit asli dan kulit sintetis. Sekilas keduanya tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan mendasar dalam asal, karakteristik, dan nilai estetikanya. Memahami perbedaan ini sangat penting, terutama bagi konsumen dan pengrajin yang ingin menonjolkan kualitas produk.

Asal dan Proses Pembuatan

Kulit asli berasal dari kulit hewan, biasanya sapi, kambing, domba, atau kerbau. Setelah dikuliti, bahan mentah tersebut melalui proses penyamakan (tanning) untuk mencegah pembusukan dan meningkatkan daya tahannya. Proses ini bisa dilakukan dengan bahan alami (nabati) atau kimiawi (krom). Hasil akhirnya adalah bahan yang kuat, lentur, dan memiliki pori alami yang unik.

Sementara itu, kulit sintetis dibuat dari bahan buatan manusia, umumnya campuran plastik seperti poliuretan (PU) atau polivinil klorida (PVC) yang dilapisi serat kain. Lapisan tersebut kemudian diberi tekstur menyerupai kulit asli menggunakan mesin emboss. Kulit sintetis tidak memerlukan proses penyamakan, sehingga biayanya lebih murah dan produksinya lebih cepat dalam skala besar.

Tekstur dan Tampilan

Kulit asli memiliki tekstur alami dengan pori-pori yang tidak beraturan. Setiap lembar kulit memiliki karakter berbeda tergantung jenis hewan, usia, dan proses penyamakannya. Ketika diraba, kulit asli terasa lembut namun padat, serta hangat di tangan. Kulit asli juga memiliki aroma khas alami yang tidak dapat ditiru oleh bahan buatan.

Sebaliknya, kulit sintetis cenderung memiliki pola permukaan yang seragam karena dibuat menggunakan cetakan pabrik. Sentuhannya terasa lebih licin atau dingin, dan sering kali mengeluarkan aroma plastik. Walau tampak lebih halus, keseragaman ini justru membuat produk dari kulit sintetis terlihat kurang “hidup” dibanding kulit asli.

Daya Tahan dan Keawetan

Salah satu keunggulan utama kulit asli adalah daya tahannya yang luar biasa. Dengan perawatan yang baik, produk kulit asli bisa bertahan lebih dari 10 tahun bahkan semakin indah seiring waktu karena munculnya efek patina — kilau alami yang timbul akibat pemakaian rutin. Selain itu, kulit asli lebih tahan terhadap suhu ekstrem dan memiliki kemampuan bernapas yang membuatnya nyaman dipakai.

Sementara itu, kulit sintetis umumnya memiliki masa pakai lebih pendek. Dalam jangka waktu tertentu, lapisan permukaannya bisa mengelupas atau pecah karena paparan panas dan kelembapan. Meski begitu, kulit sintetis tetap banyak digunakan untuk produk dengan siklus tren cepat karena lebih ringan, fleksibel, dan mudah dibersihkan.

Harga dan Nilai Ekonomi

Perbedaan bahan dan proses produksi menyebabkan harga antara keduanya terpaut jauh. Produk kulit asli memiliki harga tinggi karena memerlukan bahan alami, keterampilan pengrajin, dan waktu pengerjaan yang lama. Nilai jualnya pun meningkat karena dianggap eksklusif dan memiliki daya tahan tinggi.

Kulit sintetis, di sisi lain, lebih murah karena bahan baku mudah diperoleh dan produksinya bisa dilakukan secara massal. Hal ini membuatnya populer di kalangan produsen yang menargetkan pasar menengah ke bawah. Meskipun harganya terjangkau, kulit sintetis sering dianggap kurang bernilai seni karena minimnya proses manual dalam pembuatannya.

Dampak Lingkungan dan Etika Produksi

Isu lingkungan dan etika kini menjadi sorotan penting dalam industri kulit. Kulit asli sering dikritik karena melibatkan hewan sebagai sumber bahan baku. Namun, banyak produsen menegaskan bahwa kulit digunakan sebagai hasil sampingan dari industri daging, bukan hasil eksploitasi. Tantangan lain datang dari limbah penyamakan yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Sebaliknya, kulit sintetis diklaim lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan hewan, tetapi sebenarnya bahan plastiknya sulit terurai dan dapat menimbulkan limbah kimia berbahaya. Oleh karena itu, muncul inovasi baru seperti “kulit vegan” dari bahan alami seperti jamur, nanas, atau apel, yang berusaha menggabungkan aspek etis dan keberlanjutan.

Kegunaan dan Segmentasi Pasar

Produk berbahan kulit asli banyak digunakan untuk barang-barang premium seperti sepatu kulit formal, jaket berkualitas tinggi, tas handmade, dan dompet elegan. Sementara itu, kulit sintetis lebih sering digunakan untuk produk massal seperti sandal, sabuk, tas fashion, dan interior kendaraan karena biayanya lebih efisien.

Konsumen yang mengutamakan prestise dan ketahanan biasanya memilih kulit asli, sedangkan mereka yang fokus pada tren dan harga terjangkau cenderung memilih kulit sintetis. Kombinasi kedua bahan ini juga mulai banyak digunakan untuk menyesuaikan segmen pasar yang beragam.

Kesimpulan

Baik kulit asli maupun kulit sintetis memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Kulit asli unggul dalam hal keawetan, estetika, dan nilai seni, sedangkan kulit sintetis menonjol dalam hal harga, keringanan, dan kemudahan perawatan. Keduanya memiliki tempat tersendiri dalam industri kerajinan dan fashion.

Bagi pengrajin lokal seperti yang ada di Garut, Magetan, atau Yogyakarta, pemahaman mendalam tentang perbedaan kedua bahan ini menjadi kunci dalam menentukan strategi produksi dan pemasaran. Dengan memadukan kreativitas dan pengetahuan bahan, industri kulit Indonesia dapat terus tumbuh dan bersaing di pasar global tanpa kehilangan identitas lokalnya.

 

 

Sumber Referensi :

·       https://www.hipwee.com/wp-content/uploads/2019/07/hipwee-collage-11.png

·       https://indonesia.go.id/kategori/industri/10648/industri-kulit-lokal-masih-jadi-unggulan

·       https://garutkulit.id/perbedaan-kulit-asli-dan-sintetis/

·       https://fapet.ub.ac.id/peluang-usaha-penyamakan-kulit-di-era-revolusi-industri-4-0/

·       https://kemenperin.go.id/artikel/kerajinan-kulit-lokal-berdaya-saing

0 Comments:

Posting Komentar